Friday, June 29, 2018

Ibroh Parenting Nabawi AKU Hamil, Melahirkan dan Menyusui


Sumber: Shutterstock.com

Ketika menghadiri kelas dengan materi HMM, qadarullah saya masih menyusui anak kedua yang berumur tepat 2 tahun 1 minggu. Bukan tepat sebenarnya, tapi sudah lewat kalau menurut materi yang disesuaikan dengan ajaran Alqur’an. Betapa kagetnya saya, karena selama ini yang pernah saya baca dari artikel-artikel parenting yang memang sumbernya bukan Alqur’an, bahwa ASI untuk usia diatas 2 tahun masih bagus dan tidak mengapa diteruskan menyusui. Padahal Allah jelas telah mengajarkan dalam QS. Al Baqarah: 233, bahwa menyusui sempurna adalah 2 tahun penuh. Artinya harus berhenti setelah 2 tahun. Jika berhenti sebelum 2 tahun tidak apa-apa. Pelajaran penting, jangan mudah mempercayai teori-teori atau metode-metode yang sumbernya bukan Alqur’an atau sunnah Nabi.

Seorang ibu telah melalui masa kehamilan, melahirkan, dan menyusui dengan bersusah payah. Tiga hal yang tidak akan bisa tergantikan oleh ayah. Kelebihan ibu ini tercantum dalam Alqur’an Qs. Luqman:14, yang menunjukkan betapa ibu lebih istimewa dibandingkan ayah. Materi ini menerangkan bagaimana seharusnya seorang wanita bersikap dalam 3 masa tersebut.

Pada masa pra-kehamilan, kita belajar dari Istri Ibrahim (Sarah). Kita harus selalu menjaga hati agar selalu berbahagia, serta optimis dalam menanti buah hati. Percaya bahwa semua terjadi dengan sepengetahuan dan kehendak Allah. Masa kehamilan adalah ujian untuk fisik dan juga hati wanita. Belajar dari Istri Imron yang memiliki harapan mulia bagi janinnya, serta belajar dari Maryam yang mengalami kehamilan dalam situasi yang luar biasa sedih dan banyak tantangan. Tantangan yang begitu berat sehingga Maryam merasakan dunia menjadi sangat sempit. Namun Alqur’an lagi-lagi melarang ibu hamil untuk bersedih, sebagaimana ayat yang diturunkan Allah untuk Maryam melalui Jibril. Begitu juga orang-orang di sekitarnya juga harus senantiasa memberikan dukungan. Saya sudah melalui 2 kehamilan, dan memang ada beberapa hal yang membuat perasaan tiba-tiba sedih, mungkin juga akibat lelah dari beban kehamilan. Saya berniat jika nanti hamil lagi, saya akan menyenang-nyenangkan hati saya demi janin dan demi memenuhi perintah Allah (QS. Maryam).

Pada masa jelang melahirkan sebaiknya kita terus menjaga kesehatan, asupan makanan, menyiapkan mental dan jangan banyak berbicara. Yakin proses melahirkan adalah semata-mata wewenang Allah. Setelah melahirkan hendaknya bersyukur dan bertawakal dengan apa yang telah diberikan Allah, berikan nama yang baik dan mendoakan bayi agar dilindungi dari syaithan. Ada satu hal yang juga saya tidak terapkan kepada bayi saya waktu baru lahir, yaitu mentahniknya, sebagai sunnah Nabi. Hal ini lagi-lagi karena saya terlalu percaya dengan teori “ASI Eksklusif” selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Jangan memberikan makanan apapun selain ASI. Menyesal saya dulu tidak cukup ilmu untuk menerapkannya kepada 2 anak saya. Menyusui anak hendaknya dilakukan secara langsung. Allah yang maha tahu dibalik penciptaan bentuk tubuh seorang ibu dalam memberikan manfaat menyusui dengan mendekapnya langsung.

Demikian pentingnya ilmu sebelum amal, ilmu yang berdasarkan kepada ajaran Allah yang tercantum didalam Alqur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Agar hidup kita senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah, jalan menuju syurga. Allahumma Aamiin.

Thursday, June 28, 2018

Ibroh Parenting Nabawi AKU Peranmu Syurgamu

sumber:http://ultimatemuslimwarriors.wordpress.com/islam/

Menjadi istri yang patuh dan taat kepada suami karena Allah memiliki porsi terbesar dalam peran seorang wanita, yaitu 55%,diikuti 29% sebagai ibu, dan 16% sebagai pribadi. Hal ini cukup mengejutkan saya yang selama ini sepertinya malah fokus kepada anak. Persentase ini diambil dari peran wanita yang dicantumkan didalam Alquran. Sungguh suatu pelajaran yang sangat luar biasa yang Allah ajarkan melalui Alquran. Anak yang berbakti kepada ibu sekaligus ayahnya dididik oleh ibu yang berbakti kepada suaminya. Sebagaimana dikisahkan melalui firman Allah, yaitu ketika Nabi Ibrahim diminta untuk menyembelih anak kesayangannya Ismail, tanpa ragu sedikitpun Ismail menyerahkan dirinya. Siapakah ibu Nabi Ismail? Ibunya adalah Siti Hajar, yang dinikahi Nabi Ibrahim, kemudian diminta Allah untuk meninggalkannya di gurun pasir tandus tak berpenghuni. Ibunda Hajar patuh dan tidak mempertanyakan kenapa ia diperlakukan demikian, karena Nabi Ibrahim menyebutkan bahwa hal tersebut perintah Allah.



Kita bandingkan dengan kisah Nabi Nuh, yang ketika kapalnya sudah siap berlayar, mengajak istri dan anaknya untuk ikut bersamanya. Namun istrinya tidak mempercayai suaminya, memilih untuk naik keatas gunung yang tinggi bersama umat lain yang ingkar. Bagaimana dengan anaknya? Anak dari istrinya yang durhaka tersebut ikut mendurhakai ayahnya, ia tidak percaya dengan ayahnya, mungkin karena kesehariannya melihat ibunya yang tidak patuh kepada ayahnya.



Materi ini mengingatkan saya agar senantiasa berusaha menjadi istri sholihah yang apabila dilihat menyenangkan, diperintah ia taat, dan diridhoi hingga ia mati. Oleh karena itu hendaknya seorang istri senantiasa memastikan bahwa suaminya ridha terhadapnya secara konsisten. Menjadi istri yang cerdas ketika sadar telah berbuat salah kepada suami langsung meminta maaf. Begitu juga ketika suami yang berbuat salah, siapa yang harus meminta maaf? Tetap istri yang hendaknya minta maaf lebih dulu. Ini adalah bukti bahwa istri adalah makhluk yang lebih cerdas dibandingkan suami. Ustadzah Poppy juga menyampaikan bahwa perkara seorang mukmin itu hanya 2, yaitu sabar dan syukur. Ketika kita menghadapi berbagai cobaan dalam rumah tangga, baik dalam menghadapi suami, anak, atau orang- orang di sekitar kita, ingatlah 2 perkara tersebut. Depresi bukanlah perkara orang beriman. Sibukkan diri bersama Alqur’an. Hendaknya kita memenuhi fisik, akal dan ruh kita dengan hal-hal yang bermanfaat, jika tidak, tinggalkan. Mengingat usia produktif, ilmu, dan harta yang nanti akan kita pertanggungjawabkan di hari hisab.



Saya menjadi sadar bahwa Alqur'an tidak hanya untuk dibaca, tapi yang paling penting bagaimana kita bisa mentadabburi isinya. Setiap ayat yang disampaikan harusnya menjadi tuntunan, nasihat dan hikmah dalam kehidupan. Betapa ruginya jika selama hidup kita tidak sempat untuk mentadabburi Alqur’an dengan maksimal. Saya sudah merasa sangat rugi, setelah hidup hampir 36 tahun, sangat sedikit ajaran Alqur’an yang saya tahu. Semoga berikutnya saya menjadi lebih rajin mentadabburi Alqur’an, agar menjadi istri, ibu dan pribadi yang lebih baik dan ikhlas.